Bincang-bincang


ShoutMix chat widget

Pengikut

Lebih Dekat

Selasa, 30 Maret 2010

Lahan Sepetak itu Bernama Cinta*

Cinta memang sesuatu yang global, milik siapa saja, dan bertaburan dimana-mana. Meskipun terkadang seseorang harus kehilangan logika karena cinta, cinta tidak pernah kelu untuk diucapkan apalagi diungkapkan dengan kata-kata. Tidak perlu heran pula jika ada berjuta cara untuk mengungkapkannya.

Dalam dunia karang-mengarang sastra, cinta merupakan salah satu komoditas yang kerap dijadikan umpan oleh pengarang untuk mengail para pembaca untuk melahap karyanya, entah itu menjadi sajian utamanya, entah itu menjadi sajian tambahannya saja.

Tiga Orang Perempuan (Maria A. Sardjono), Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh (Dewi Lestari), “Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu” (Hamsad Rangkuti), dan "Aku Ingin" (Sapardi Djoko Damono) merupakan sebagian dari sekian banyak karya sastra yang berangkat dari cinta. Karya-karya itu menjadi dekat dengan pembacanya karena bahan dasarnya (cinta) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan nyata.

Ya, memang tidak hanya cinta, tetapi hampir semua bahan yang diambil untuk diolah dalam sebuah karya sastra, pada hakikatnya ada dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu, tidaklah salah apabila sastra dikatakan sebagai cermin kehidupan. Sejalan dengan itu, Sapardi Djoko Damono dalam artikelnya “Ke Mana Perkembangan Sastra Kita?” mengatakan bahwa sastra adalah cermin yang istimewa, ia tidak hanya menampilkan diri kita seperti yang ada di dunia nyata, tetapi sekaligus memperbaikinya (Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1686884-ke-mana-perkembangan-sastra-kita/).

Dengan demikian, satu hal yang lumrah seseorang mengangkat cinta sebagai fokus utama dalam menulis cerpen seperti yang dilakukan oleh Hermala melalui cerpennya “Janji Adi untuk Caca”. Karyanya itu pun tidak jauh dari dinamika yang mungkin sedang dijalani Hermala, kisah cinta sepasang anak manusia yang sedang beranjak dewasa.

Cerpen karya Hermala berkisah tentang kehidupan Caca, seorang gadis, yang mencintai Adi, seorang pria yang ia kenal sejak kelas 1 SMA. Meskipun pada awalnya Adi tidak mencintai Caca, Caca memiliki keyakinan bahwa pria yang dicintainya itu akan menjadi kekasihnya suatu saat nanti. Dengan kesabaran dan keyakinannya itu akhirnya Caca mendapatkan hati pria yang dicintainya.

Cerita ini sebenarnya menarik jika ditilik dari pesan moral yang disampaikan untuk dijadikan kontemplasi bagi pembacanya: kesabaran dan ketulusan dapat dijadikan modal utama bagi seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diyakininya. Namun, cerita yang ditawarkan oleh Hermala ini benar-benar tawar, tidak ada liku-liku yang mengejutkan, lurus seperti jalan tol yang menjemukan.

Kejemuan ini timbul oleh beberapa sebab. Pertama, karakter tokoh-tokohnya belum diolah dengan baik sehingga ruang imajimasi pembaca menjadi sempit, tidak ada letupan-letupan yang membuat pembaca terbawa euforia atau kesedihan para tokohnya.

Kedua, jalan ceritanya cenderung klise, hampir tanpa bumbu-bumbu yang dapat menghipnotis pembacanya, pasaran, dan mudah diterka. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan bagi pembacanya, apakah tingginya populasi karya sastra yang mengangkat cinta itu menimbulkan suatu kelumrahan bagi setiap pengarang apabila karyanya mempunyai kemiripan dengan karya ciptaan pengarang lainnya? Apakah cinta itu lahan sepetak yang sulit digarap untuk sekadar menjadikannya unik? Apakah para pemusik kehabisan akal menggarap lagu-lagunya agar tidak sama dengan pemusik lainnya meskipun tangga nada yang diolahnya hanya do, re, mi, fa, sol, la, si, do saja?

Ketiga, bahasa yang digunakan sebagai senjata kurang tajam, tidak meninggalkan luka bagi pembaca. Bahasa yang digunakan dalam cerpen “Janji Adi untuk Caca” tidak ada bedanya dengan bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, nyaris tanpa metafora ataupun retorika yang dapat dinikmati sebagai nilai lebih bagi pembaca ketika membaca sastra. Selain itu, Hermala juga tidak mengindahkan unsur-unsur kebahasan.

Sekalipun kita sudah muak mendengarkan ungkapan “bahasa yang baik dan benar” yang klise itu, kita pun harus menyadari bahwa aturan berbahasa sesungguhnya dibuat untuk kebaikan dan kemudahaan penggunanya. Termasuk dalam bercerpen, pengindahan unsur-unsur kebahasaan oleh pengarang sangat membantu pembaca untuk memahami cerita yang disajikan. Mudah saja, bahasa yang digunakan dalam bercerita sebaiknya diselaraskan dengan tata tulis (ejaan) dan tata bahasa yang ada.

Dalam sastra, aturan-aturan itu tidaklah kaku. Pada saat antartokoh berdialog dalam sebuah cerpen misalnya, pengarang bisa saja menomorduakan aturan itu. Dengan catatan, pengarang ingin menguatkan karakter tokoh-tokoh dalam cerpennya melalui dialog, seperti identitas, latar belakang budaya ataupun tingkah laku para tokohnya.

Meskipun demikian, kata-kata asing tidaklah salah jika bercetak miring. Selain itu, tata cara menempatkan tanda baca, seperti tanda petik (“…”), titik (.), koma (,), seru (!), dan tanya (?), tetap harus diperhatikan. Tidak perlu menghambur-hamburkan tanda titik, tanya, dan seru demi sebuah penegasan karena pembaca pun mengerti maksud pengarang menuliskan tanda-tanda tersebut meskipun dituliskan hanya satu.

Sebenarnya, pemenuhan unsur-unsur kebahasaan dalam sastra hanyalah sebuah strategi agar pembaca mendapat nilai tambah dari membaca sastra, tidak hanya menjadikan sastra sebuah bacaan yang menghibur dan bermanfaat, tetapi juga sebagai bacaan yang mendidik dan bermutu.

Mudah-mudahan, anggapan cinta sebagai sesuatu yang murah dan mudah untuk digapai siapa pun itu tidak menempatkan cinta pada posisi yang murahan sehingga pengungkapkaannya pun memiliki nilai estetik, unik, bukan bahan yang basi untuk diolah, apalagi membuat jengah.

Kubur rasa takabur, bunuh rasa jenuh, gilas rasa malas, teruslah berkarya. Salam.

*Ulasan Cerpen “Janji Adi untuk Caca”


JANJI ADI UNTUK CACA
Oleh Hermala

Ca, ada tamu tuh?” ucap Hendri yang tak lain adalah saudara kandung Caca, tiba-tiba memasuki kamar Caca yang sedang asik bermain piano. Cewek yang cantik berambut panjang ini berjalan menuju ruang tamu menemui tamu yang telah menunggu di ruang tamu.

“Hai ..Ca..!” sapa cowok yang sedang duduk di sofa tamu itu, kemudian meranjak dari tempat itu sambil menyodorkan tangannya ke arah Caca.

“Hai juga…. Siapa ya?” Caca bengong, menerima sambutan tangan lelaki itu. sambil terheran – heran.

“Pura-pura gak kenal apa beneran gak ngenalin nih?” kata cowok itu.

“Beneran gue gak tahu siapa lo, tapi kayaknya gue pernah kenal lo deh?”

“Masa sih? coba deh lo inget-inet dulu, dan tatap muka gue dalem-dalem”

“Waiiiiit…. Sampe segitunya”kataku

“Adi..ya?” jawab Caca bengong.

“Iya gue Adi!” berusaha untuk meyakini Caca

“ Ya..Ampun Adi..! gue kira lo siapa? Kok gue sampe gak kenalin lo ya? gak lagi mimpi kan gue?” Caca terkejut bahwa yang datang adalah cowok yang selama ini ia cintai.

Selama ini Caca mencintai Adi sejak kelas 1 SMA dan sampai Caca telah memasuki bangku kuliah pun Caca masih mencintainya walaupun cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, tapi caca yakin kalau Adi adalah cinta sejatinya dan ia yakin kalau suatu saat Adi akan menyatakan cintanya kepadanya, tapi ntah kapan, Caca tak bisa mempredisikan, kapan saat itu tiba. dan walaupun Caca tahu bahwa Adi pernah jadian dengan wanita lain yaitu Yeni sepupunya sendiri, itu pun waktu itu ia gak tahu kalau mereka telah pacaran, Caca tahu mereka pacaran ketika mereka telah putus.

Sakit memamang bila orang yang kita sayang malah mencintai sepupu sendiri, Tetapi walaupun hatinya sangat terpukul, ia selalu yakin kalau Adi adalah cinta sejatinya.

“Gak kok Ca?. Kok lo bengong gitu sih ngeliat gue?kenapa? gue ganteng ya?” kata Adi menyengir.

“Hhmm…GR banget si lo. Bukanya gitu Di, gue bingung aja, ada angin apa tiba-tiba lo dateng.?” Caca terbangun dalam lamunannya.

“ Ada angin topan kali!? Jawab Adi canda. Keduanya tertawa terhak-bahak. Dan terdiam sejenak.

Adi yang ia kenal selalu cuek dengannya, kini berubah dan entah apa yang membuat ia menjadi berubah, dan Caca pun enggak tahu apa rencana Adi datang kerumahnya, karena Adi yang Caca kenal gak perduli denganya, tiba – tiba muncul di hadapanya.

Sebagai tamu yang telah datang kerumahnya Caca pun berusaha bersikap ramah dengannya, Dia enggak mau ada rasa dendam di hatinya, walaupun hatinya masih sakit dengan sikap-sikapnya di masa lalu.

“Gimana kabar lo?” ucap Caca mengawali pembicaraan.

“Baik, lo sendiri?”

“Yah seperti yang lo liat sekarang.” Ucap Adi. Lalu keduanya terdiam dengan fikiran masing-masing.

“Ca?” tiba-tiba Adi memnggilnya

“Iya” sahut Caca

“Besok lo ada waktu enggak?”

“Emm…emang kenapa??”

“Aku mau ngajak lo jalan-jalan. Mau enggak?”

“Emm… kemana?”

“Rahasia !” ucap Adi pendek

“Kok gitu sih?”

“Iya dong kan surpries?”

“Bisa ga”? Enggak bisa ya?” ucap Adi dengan agak kecewa.

Sebenarnya besok Caca ada ujian praktek Desain Wab, matakuliah itu gak bisa susulan, tapi Caca enggak tega melihat wajahnya yang penuh dengan kekecewaan.

“Besok itu sebenernya ada kuliah, sampe jam 12.00. gimana dong ?” Ucap Caca.

“Ya sudah enggak apa-apa deh jam segitu juga, besok gue jemput lo di kampus lo ya?”

“ He’eh” Caca mengangguk.

***

Jam kuliah telah usai sejak pukul 12.00 dan kini telah pukul 12.30 Adi pun tak menjunjukan batang hidungnya. Hari yang panas membuat Caca haus, sudah beberapa gelas air yang sudah di teguk olehnya dan lelah sudah Caca menunggunya, tetapi Adi belum juga datang. ingin sekali ia pulang tapi ia takut Adi akan datang, Caca mencoba bersabar sampai Adi bebar-benar menunjukan batang hidungnya. Jam 12.40 Caca kesal ingin rasanya ia pulang, Caca pun meranjakkan kakinya menuju gerbang kampus dan menyetop angkot yang akan menghampirinya. ketika Caca baru saja menyetop angkot, tiba – tiba sebuah motor menghadanganya dan ternyata itu adalah Adi. Caca yang sangat kesal memasang muka yang jutek kepada Adi, dan nekat ingin menaiki angkot itu, tetapi di batalkan oleh Adi.

“Pak, gak jadi pak” kata Adi kepada supir angkot itu.

“Huh…! gimana sih, kok gak jadi naik” kata supir angkot itu marah-marak karena caca enggak jadi naik angkotnya.

“ih… lo tu apa-apaan si, nyuruh pergi angkot itu jalan, gue mau pulang tau…!. Capek gue nungguin lo…!” kata Caca dengan kesal.

“Maaf Ca, gue telat habis tadi gue nganterin paman dulu ke halte bus” ucap Adi menjelaskan

“Alasan lo…!” kata Caca kesal.

“Lo tau enggak sih..! gue tuh capek nungguin lo.. ! kalau lo mau telat kasih tau gue kek, kan lo punya Hp ?!” ucap Caca jengkel.

“Iya, gue minta maaf deh..”ucap Adi memohon

“Gue kesel tau gak….! Gue takut lo bohongon gue kayak waktu itu” kata Caca masih belum meredakan emosinya.

“Ya enggak lah Ca, gue mau berubah, gue akan selalu menghargai orang, tapi kali ini gue bener-bener minta maaf. Maafin gue ya?” jawab Adi menahan tangan Caca untuk enggak pergi ninggalin dia.

Sebenarnya Caca masih sangat kesal dengan Adi, tapi kalu difikir kasian juga sih… akhirnya Caca mau memaafkannya..

“Ya sudah gue maafin”

“Tapi janji ya lo enggak akan ngulangin lagi?” ucap Caca agak manja.

“Iya, gue janji, thank’s ya dah mau maafin gue? Senyum dong?” ucap Adi memencet hudung Caca. Caca pun tersenyum.

“Emang kita mau kemana sih?” tanya Caca.

“Sekarang lo naik aja dulu ke motor gue, ntar gue jelasin kita mau kenana.”

“Kenapa gak sekarang aja sih ngejelasinnya? Jangan -jangan lo mo culik gue ya?” kata Caca.

“Iya!, ha….ha….” jawab Adi dengan canda.

“Ya, enggak lah, masa gue mo culik lo?” membelai kepala Caca dengan lembut.

Caca pun naik, dan baru kali ini Caca merasakan sebahagia seperti ini., hatinya pun mulai berdetak kencang ketika ia berada di belakangnya.

“Ya…Ampun kenapa gue jadi geg-degan ya?” ucap Caca dalam hati

***

“Di, kita mo kemana sih?” tanya Caca lagi.

“Mau kepantai” jawab Adi dengan santai.

“haaaa…… kepantai? gak salah ni Adi ngajak gue kepantai,itu kan tempat yang romantis, kenapa ya Adi tiba-tiba berubah baik gini ke gue…?” kata caca dalam hati

“Oooo” ucap Caca pendek

“Kenapa? lo enggak suka ya?”

“Suka, Cuma gue bingung aja kenapa lo ngajak gue kepantai? Selama ini kan lo gak mau kalu gue ajak kemana-mana? terus Kenapa lo enggak ngomong dari tadi, kalau kita mau kepantai.”

“Kan gue udah bilang tadi, biar surpries?”

Caca tak menyangka kalau Adi bisa membuatnya bahagia saat ini, karna selama ia kenal Adi, dia enggak pernah besikap manis kepadanya. Walaupun sikapnya yang sekarang itu membuat berubah dan membuat Caca bertanya-tanya. Padahal waktu Caca pertama kali suka sama Adi, Adi enggak pernah bersikap semanis ini dengannya, walaupun Adi tahu sesunggunya Caca mencintainya, malah Terkadang Caca sering menagis bila mengingat kejadian – kejadian yang menyakitkan waktu di masa lalu itu.

***

Perjalanan telah di lewati, kini mereka telah sampai di temapat yang sangat indah, suara gelombang ombak pun menyambut mereka dengan gembira dengan di iringi gemuruh gerakan pasir yang terdorong oleh ombak, dan angin sepoy – sepoy mebius mereka dalam keheningan di dalam sebuah gubuk kecil.

“Wah, indah banget ya Di,” kata Caca menghurup udara yang segar di pinggir pantai itu.

“Iya, Ca, lo seneng gue ajak kesini?” kata Adi.

“Iya lah Di, siapa sih yang enggak seneng di ajak cowok, ketempat seromantis serti ini?”

Lalu Adi menatap Caca dengan penuh arti seolah-olah ada yang ingin ia bicarakan. Tapi serangkaian kata itu terasa berat untuk ia ucapkan, dan harus ia katakan sesuatu itu ke pada orang yang sesungguhnya ia cintai,

“Ca, sebenernya ada yang mau gue omogin sama lo.” Ucap Adi agak ragu

“Tentang apa?” ucap Caca singkat.

“Ca, sebenernya lo suka enggak sih sama gue? karena Gue tahu Ca, dari dulu lo suka sama gue, tapi gue enggak pernah ngasih kesempatan buat lo untuk mencintai gue, padahal gue tahu kalau lo tuh tulus banget mencintai gue” menatap Caca dengan penuh arti.

Caca terkejut mendengar pertanyaan itu seolah tak percaya dengan ucapanya, sejuta pertanyaan pun muncul di fikiran Caca.

“Jujur, selama gue pacaran sama cewek-cewek yang gue pacarin, gak ada yang beber-bener tulus mencintai gue apa adanya. mereka Cuma manfaatin gue sebagai pelarian aja. Dan sekarang gue nyesel karena gue dah nyepelein lo, dan gue mulai sadar kalau lo adalah cewek yang terbaik buar gue. Ucap Adi.

“Ca, apa lo mau jadi pacar gue?” lanjut Adi

“Di, pertama kali gue kenal lo, gue emang biasa aja sama lo, tapi kenapa lama kelamaan gue jadi sering inget lo, dan gue jadi sayang sama lo”

Melepaskan tatapan itu, kemudian ia berjalan ketepi pantai, Adi mengikuti dari belakang.

“Walau pun gue tau lo sayang sama Yeni sepupu gue itu, dan pernah jadian sama dia, dan walaupun lo sering buat alasan yang enggak jelas untuk ketemu sama gue, padahal waktu itu gue pengen banget ketemuan sama lo, pengen ngobrol sama lo, dan sampai akhirnya gue merasa sakit hati karena lo dah bohongin gue, tapi gue enggak bisa marah sama lo Di?” Caca meluapkan kata hatinya.

Adi meraih tangan Caca dengan penuh arti dan ketulusan.

“Ca, maafin gue ya? gue beber – bener merasa bersalah banget sama lo Ca, karena gue dah buat lo sakit. Gue emang pantes Ca di hukum, sekarang lo boleh gamapar gue Ca, gampar gue sekarang, sepus lo, supaya gue bisa menembus kesalahan gue” Adi meraih tangan Caca dan memukul-mukul pipinya sendiri dengan kedua tangan Caca.

Caca pun tak sanggup melihat Adi yang begitu memaksanya tuk memukulinya.

“Enggak, Di enggak, gue enggak mau mukul lo!” Caca meneteskan air matanya dan menghentikan tangan Adi yang terus menerus memaksanya tuk memukuli pipinya sendiri.

“Kenapa Ca?!, gue emang pantes buat lo pukul” kata Adi

“Gue gak mau, Karena gue masih sayang sama lo Di” Menatap Adi dengan penuh kasih sayang.

Adi pun memeluk Caca dengan penuh kasih sayang.

“terimakasih Ca, ternyata lo mau maafin gue dan nerima gue jadi pacar lo”

“sama-sama Di, gue tulus kok, mencintai lo, asal lo gak pernah nyakitin perasaan gue lagi”.

“Ca, gue janji sama lo, gue enggak akan pernah nyakitin perasaan lo lagi Ca. Gue janji akan selalu jagain lo” ucap Adi

”Gue sayang lo Di?, sampai kapan pun gue akan selalu saying sama lo” Caca memeluk erat Adi.

“Gue juga Ca, gue akan terus menyayangi lo.”

Akhirnya penantian Caca pun terkabul sudah. Setelah kian lama Caca menanti sekarang ia bahagia karena cowok yang selama ini Caca harapkan akhirnya datang, dan mengucapakan cinta kepadanya, walaupun dah sekian lama Caca menunggunya. Dan di hati Adi juga telah berjanji untuk setia kepada Caca.

Radar Lampung, 03 Agustus 2008

0 komentar: