Bincang-bincang


ShoutMix chat widget

Pengikut

Lebih Dekat

Selasa, 30 Maret 2010

Voices in the House Karya Pearl S. Buck: Kebrutalan Jessica Tak Beralasankah?

Voices in the House, a novel written by Pearl S. Buck, will be analyzed through Tzevetan Todorov’s structural approach. The analysis will be focused on two aspects. They are syntactic aspect for finding out the plot and semantic aspect analysis for finding out the characterization of the character and the theme of the novel. Those analysis will be focused on the main character. Based on the analysis can be concluded that the theme of the novel is “No one always gets what he or she wishes for.”

1. Pendahuluan

Pearl Sydenstricker Buck dilahirkan di Hillsboro, Virginia Barat pada tanggal 26 Juni 1892. Wanita berdarah Amerika ini banyak menghabiskan sebagian hidupnya di Cina. Sejak kecil Pearl sudah menjelajah ke seluruh Cina mengi­kuti orang tuanya yang misionaris Presbyterian. Pearl kembali ke Amerika Serikat dan menamatkan pendidikan di Randolph-Macon Woman`s College di Virginia. Setelah menikah dengan John Lossing Buck, seorang guru agrikultur, dia kembali ke Cina.

Pengalaman hidup di Cina inilah yang menginspirasi dirinya untuk menulis tentang kehidupan orang-orang Cina. East Wind, West Wind (1930), The Good Earth (1931), Dragon Seed (1942), Pavilion of Women (1946), Peony (1948), Mandala (1970) adalah sebagian novel Pearl S. Buck yang melambungkan namanya sebagai salah satu penulis novel yang dikenal dunia. Tidak hanya novel-novel yang ditulis, beberapa naskah drama dan puisi juga ditulis olehnya. Hampir seratus karya Pearl—termasuk buku cerita anak-anak, puisi, naskah drama—telah diterbitkan. Wajarlah jika dirinya dikelompokkan sebagai salah satu penulis yang produktif. Hasil kerja keras inilah yang menjadikan dirinya sebagai satu-satunya wanita Amerika yang memenangkan dua penghargaan sastra sekaligus, yaitu hadiah Pulitzer dan Nobel. Karya-karyanya penuh dengan renungan filsafat kehidupan, sebagian besar berisi tentang perbenturan budaya Timur dan Barat, yang semuanya dijalin dalam alur cerita yang lembut dan memikat. Pearl S. Buck mengabdikan dirinya untuk menciptakan saling pengertian yang lebih mendalam antara bangsa Asia dan Barat. Selain penulis, Pearl juga pemerhati masalah kemanusiaan. Menjadi relawan pada the Door of Hope, sebuah penampungan perempuan-perempuan Cina yang dieksploitasi menjadi pelacur dan budak, merupakan bentuk nyata dari keprihatinan dirinya terhadap masalah kemanusiaan. Dia meninggal dunia di Daby, Vermont, 6 Maret 1973, dua bulan menjelang ulang tahunnya yang ke-81.

Karya-karya Pearl banyak bersuasana Cina sehingga terbentuklah persepsi bahwa dia hanya menulis tentang Cina. Persepsi inilah yang membuat Pearl menginginkan satu karakter yang berbeda. Pearl memilih John Sedges sebagai nama samaran ketika dia menulis tentang tanah kelahirannya. Seperti yang dikatakannya pada edisi keempat Voices in the House (1969) mengenai pemilihan nama tersebut, Pearl mengatakan bahwa dia tidak ingin novel-novel Amerikanya terkubur di bawah karya-karya Cinanya. Selain itu, nama John Sedges dipilih karena selain terdengar gagah, dia menginginkan kebebasan atas keterbatasannya sebagai wanita. Beberapa novel yang ditulis oleh Pearl S. Buck dengan menggunakan nama John Sedges, di antaranya, Townsman (1945), The Angry Wife (1947), The Long Love (1949), Bright Procession (1952), dan Voices in the House (1953). Ketika karya-karya tersebut terbit, para pembaca terkecoh sehingga tidak satu pun karyanya dikritik karena mereka tidak mengetahui bahwa yang sebenarnya menulis novel-novel tersebut adalah Pearl S. Buck.

Makalah ini tidak membahas keseluruhan novel karya Pearl S. Buck, tetapi hanya satu novelnya yang berjudul Voices in the House selanjutnya disingkat (VITH). Novel ini bercerita tentang Jessica, anak dari pasangan Bertha dan Heinrich yang bekerja sebagai pembantu di Asher House. Bertha dan Heinrich bekerja di rumah itu sebelum William Asher dan Elinor menikah.

Jessica lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga Asher yang kaya-raya. Keluarga Asher menganggap Jessica bagian dari keluarganya, dan hal inilah membuat Jessica terbuai dengan segala kemewahan yang ada di sekelilingnya. Ketika kecil, Jessica sering bermain di rumah keluarga Asher. Kebiasaan Jessica ini tidak disetujui oleh ibunya. Ibunya ingin Jessica sadar bahwa tempat mereka bukan di dalam rumah melainkan di dapur. Ternyata, Jessica tidak menggubris imbauan ibunya itu dan tetap bermain-main sesukanya di rumah keluarga Asher. Karena kenakalan Jessica inilah, ibunya mengirim Jessica ke sekolah kebiaraan di Kanada agar Jessica lebih berdisiplin.

Setelah lulus dari pendidikan biarawati, hidupnya berubah, dia dijodohkan oleh ibunya dengan Herbert, supir pribadi keluarga Asher. Dia menganggap pernikahannya dengan Herbert adalah sebuah strategi ibunya untuk mengasingkan dirinya dari keluarga Asher. Dia berubah menjadi seorang yang provokatif dan berbahaya. Dia mengatakan di depan keluarga Asher bahwa dia pernah menginap bersama Edwin, putra William dan Elinor, di sebuah hotel di New York. Dan yang paling tragis, Jessica membunuh Tante Emma dengan menusukkan jarum sulam ke matanya. Akibat tindakannya yang sadis ini, Jessica dihukum di rumah sakit jiwa. Dan akhirnya, rumah keluarga Asher pun kembali menjadi tenang seperti sebelum Jessica hadir di antara mereka.

Setiap karya sastra yang lahir bukan hanya sekadar hasil dari sebuah imajinasi belaka, melainkan juga melalui proses perenungan, pengalaman, atau mungkin juga melalui penelitian yang sungguh-sungguh. Hasil dari proses panjang itu tidak semata-mata diciptakan untuk menghibur, tetapi mungkin juga dibuat untuk dijadikan sebagai media untuk menyampaikan pesan, petuah-petuah, hal-hal positif, ataupun tuntunan bagi pembacanya yang terangkum dalam sebuah tema. Tema dalam setiap karya sastra meskipun tidak selalu dituliskan secara gamblang, dapat juga ditengarai secara implisit melalui penggambaran ataupun dari peristiwa-peristiwa yang dialami para tokohnya. Oleh karena itu, makalah ini hadir untuk mengungkap tema yang ingin disampaikan oleh pengarangnya melalui novel VITH. Pesan (tema) apa yang ingin disampaikan Pearl S. Buck melalui pencitraan tokoh Jessica yang brutal? Dan apakah kebrutalan Jessica beralasan? Untuk mendapatkan tema itu, novel ini akan dianalisis melalui teori struktural yang dikembangkan oleh Tzevetan Todorov.

Mengacu pada Todorov (Tata Sastra, 1985: 11-13), untuk mengungkap tema pada sebuah karya sastra, mau tidak mau harus membaca keseruluhan isi cerita (koherensi in praesensia) dan kemudian menginterpretasikan apa yang tersirat di balik teks sastra (koherensi in absensia). Todorov juga menjelaskan tiga aspek untuk menganalisis tema, yaitu melalui pembahasan (1) aspek sintaksis, (2) aspek semantik, dan (3) aspek verbal. Aspek pertama yang digunakan untuk menganalisis kronologi peristiwa-peristiwa dalam novel, yaitu dengan memilahnya menjadi unsur-unsur terkecil (sekuen). Aspek yang kedua digunakan untuk mengungkap tema dan penokohan, serta aspek yang ketiga digunakan untuk menganalisis sudut pandang, gaya, atau pengujaran. (Todorov dalam Suwondo, 2003:66—67). Tetapi, makalah ini tidak akan membahas keseluruhan aspek, hanya aspek sintaksis dan aspek semantik yang akan digunakan untuk mengungkap tema pada novel VITH karya Pearl S. Buck.

Teknik yang dipakai dalam makalah ini adalah teknik analisis data. Data-data penting yang berhubungan dengan makalah ini dikumpulkan sebagai bahan referensi, baik mengenai kepengarangan maupun tentang teori struktural yang dikembangkan oleh Todorov lalu diaplikasikan ke dalam analisis.

Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode deskriptif. Pendeskripsiannya ber­angkat dari dari batasan-batasan umum, teori struktural Todorov, baru kemudian pengaplikasian teori tersebut ke dalam teks. Novel VITH secara berturut-turut akan dianalisis melalui aspek sintaksis dan aspek semantik; aspek semantik formal dan subtansial.

2. Aspek Sintaksis

Todorov (1985:40) menjelaskan bahwa aspek sintaksis dapat digunakan untuk meng­analisis cerita dengan membaginya menjadi unsur-unsur terkecil atau disebut juga sekuen, dan hubungan dari unsur-unsur tersebut dapat digunakan sebagai kriteria pertama dalam membedakan satu struktur teks dengan struktur lainnya.

Todorov (1985:50­­­­­—51) juga mengatakan bahwa sekuen merupakan unsur-unsur terkecil dari sintak yang berfungsi sebagai satu kesatuan naratif, sesuatu yang mungkin membangun sebuah potongan cerita maupun satu kesatuan cerita yang utuh. Sekuen adalah alat untuk membangun keseluruhan cerita dan menentukan satu sekuen yang utuh terdiri dari dan hanya lima kalimat. Sekuen harus sebuah kesatuan dari makna dan kriteria, untuk menentu­kannya harus mencakup aspek-aspek sebagai berikut; (1) tokoh-tokoh, gagasan, latar, dan bidang pemikirannya sama, terpusat pada satu titik perhatian; (2) mencakup ruang dan kurun waktu yang koheren; (3) dapat ditandai oleh hal-hal di luar bahasa. Satuan isi cerita ini dapat berupa satu kalimat dan dapat dipecah menjadi satuan-satuan cerita yang lebih kecil, misalnya yang berhubungan dengan sorot balik (Zaimar, 1991: 34).

Satuan isi cerita yang memiliki fungsi utama adalah yang berfungsi menentukan plot, sedangkan yang menjadi katalisator berfungsi menghubungkan fungsi-fungsi utama itu. Pengurutan satuan isi cerita ini mungkin dilakukan berdasarkan urutan temporal atau urutan logis, secara kronologis atau kausalitas (Todorov, 1985: 41). Dalam mencari fungsi utama, salah satu langkahnya adalah dengan memerhatikan hubungan kausalitas dari peristiwa-peristiwa yang berkaitan (Zaimar, 1991:34).

Novel VITH terdiri atas 9 bagian (216 halaman) dan setiap bagian ditandai dengan simbol bunga mawar tanpa judul. Berdasarkan penelurusuran terhadap satuan teks atau urutan peristiwa dalam novel ini terdapat 91 sekuen. Dalam makalah ini, tidak dijabarkan keseluruhan potongan-potongan cerita (sekuen), dengan harapan pembaca berhasrat untuk mengetahui lebih jelas bagaimana jalan cerita novel ini dengan membacanya. Hanya sekuen-sekuen yang menduduki fungsi utama saja yang akan dijabarkan dalam makalah ini. Dalam VITH terdapat 36 peristiwa yang menjadi fungsi utama (dan merangkai jalannya alur). Berikut ini uraiannya.

Heinrich dan Bertha adalah pembantu keluarga Asher (fungsi utama 2), sehingga Jessica, tumbuh di lingkungan keluarga Asher yang kaya-raya (fungsi utama 3). Jessica bertingkah seperti bukan anak pembantu (fungsi utama 4), lalu Bertha mengirim Jessica ke biara (fungsi utama 5). Bertha tertekan setelah suaminya meninggal (fungsi utama 6), sehingga Elinor memberi saran agar Jessica segera dinikahkan (fungsi utama 7). William skeptis bila Jessica ingin menikah dengan Herbert (fungsi utama 8 ), lalu William bertanya Jessica tentang keputusannya (fungsi utama 10). William melihat Jessica bertingkah seperti dia bukan anak pembantu (fungsi utama 12), sehingga William marah melihat tingkah lakunya (fungsi utama 13). Jessica mengundang William ke pernikahannya (fungsi utama 21), lalu William menolak undangannya (fungsi utama 23). William menengarai Herbert berubah setelah menikah (fungsi utama 27), lalu Herbert mengatakan kepada William dan Elinor penyebabnya adalah Jessica (fungsi utama 40). Pete memberikan Pirate (seekor anjing) sebagai hadiah natal kepada Susan (fungsi utama 34), lalu William dan Susan berdebat mengenai keberadaan anjing tersebut (fungsi utama 36). Jessica memutuskan untuk membawa anjing itu ke rumahnya. (fungsi utama 37), karena lebih menyanyangi anjing itu daripada Herbert (fungsi utama 40). Herbert bercerita apa yang terjadi di rumahnya (fungsi utama 44), lalu William beserta keluarganya berkunjung ke rumah mereka (fungsi utama 51). Jessica mengatakan dia pernah menginap bersama Edwin di sebuah hotel (fungsi utama 54), tetapi orang tua Edwin dan Vera tidak percaya (fungsi utama 55). Pete, Susan dan Herbert ke rumah Jessica untuk mengambil anjing (Pirate) (fungsi utama 70), lalu Jessica menyuruh Pirate untuk membunuh Pete, Susan dan Herbert (fungsi utama 71). Herbert menelepon William bahwa Jessica bertingkah seperti anjing (fungsi utama 72), lalu ambulan membawa Jessica ke rumah sakit (fungsi utama 73). William memberitahu Elinor bahwa dia akan memecat Bertha (fungsi utama 79), lalu William memecat Bertha (fungsi utama 80). Bertha memberi tahu William bahwa Tante Emma meninggal (fungsi utama 81), lalu William pergi ke apartemen Tante Emma (fungsi utama 82). William bertanya kepada Bertha penyebab kematian Tante Emma (fungsi utama 84), lalu William menelepon Herbert untuk menanyakan Jessica (fungsi utama 87). Setelah pemakaman Tante Emma, Herbert mengatakan bahwa Jessica tidak bersalah (fungsi utama 88), tetapi William menjelaskan bahwa keputusan juri sudah final (fungsi utama 89). Kegilaan Jessica merupakan alasan yang tepat (fungsi utama 75), maka rumah sakit jiwa tempat yang tepat untuk Jessica (fungsi utama 91).

3. Aspek Semantik

Todorov menjelaskan bahwa aspek semantik dapat digunakan dalam menganalisis penokohan dan tema. Todorov membagi aspek semantik menjadi dua aspek, yaitu aspek semantik formal dan substansial.

Dalam aspek semantik formal analisis, konotasi, gaya bahasa, dan perlambangan sangat penting karena akan mengungkap makna. Makna sekunder dan susunan wacana yang merupakan signifiant, benar-benar penting untuk telaah sastra. Dalam proses perlambangan, sebuah signifie melambangkan signifie yang lain: makna diberikan dalam kosa kata (dalam paradigma kata-kata), perlambangan terdapat dalam ujaran (dalam sintagme narratif) (Todorov, 1985: 14).

Penokohan dapat diidentifikasi melalui makna sekunder dan struktur wacana yang terdapat dalam teks. Tokoh dapat ditandai melalui tindakan-tindakannya atau detail-detail deskriptif, suatu pemikiran abstrak yang di gambarkan dalam keseluruhan alur cerita (Todorov, 1985:14). Studi ini hanya akan fokus pada tokoh yang paling dominan (tokoh utama) dalam membangun cerita. Tokoh itu adalah Jessica. Tanpa ada tokoh Jessica tidak akan ada suara-suara di dalam rumah (Voices in the House). Jessica adalah gadis yang cantik, 24 tahun, berambut pirang dan bermata biru. Lahir dari rahim seorang pembantu yang telah bekerja lebih dari 40 tahun di kediaman keluarga Asher. Jessica pun bekerja di rumah itu setelah lulus dari pendidikan biarawati. Dilihat dari segi aspek semantik formalnya, Jessica memiliki dua sifat: tidak jujur dan imajinatif.

Ketidakjujuran Jessica terlihat ketika dia dalam kondisi berantakan di dalam dapur. Dia mengatakan kepada ibunya dan Herbert bahwa dia berlari tergesa-gesa menuruni tangga. Sebenarnya, dia tertangkap basah oleh William ketika sedang berbicara dengan dirinya sendiri di depan kaca di ruang rias keluarga Asher (VITH, 14).

Kebohongan Jessica juga dapat dilihat ketika keluarga Asher mengunjunginya. Keluarga Asher datang untuk mendengar penjelasan Jessica tentang pertengkaran dengan ibunya. Dia mengatakan kepada keluarga Asher bahwa dia tidak bisa hidup bersama ibunya, karena ibunya sering menganiayanya ketika dia masih kecil. Jessica juga mengatakan kepada keluarga Asher bahwa dia telah menceritakan masalah ibunya ini kepada Edwin di sebuah hotel di New York. William dan keluarganya tidak percaya dengan keterangan Jessica tentang ibunya, karena mereka tidak pernah melihat Bertha bertindak kasar kepada siapapun. Mereka juga tidak percaya bahwa Edwin mempunyai hubungan intim dengan Jessica karena mereka tahu Edwin hanya mencintai Vera, tunangannya (VITH, 92—95).

Jessica bercerita kepada Madge, anak mantu William, bahwa dia mempunyai hubungan dengan William. Kejadian ini membuat William gundah dan takut anak mantunya percaya dan dia pun menyembunyikannya dari Elinor. William berani menceritakan kejadian itu kepada istrinya, setelah mereka berkunjung untuk menjenguk Jessica di klinik Dr. Bergstein dan mereka diberi penjelasan bahwa Jessica gila (VITH, 214).

Sementara itu, keimajinatifan Jessica dapat dilihat dari dia kecil sampai dewasa. Ketika kecil, Jessica sering bermain-main di rumah keluarga Asher. Ibunya melarang Jessica karena tempat mereka bukan di dalam rumah itu melainkan di dapur dan karena hal inilah Jessica dikirim ke biara oleh ibunya. Ibunya berkeinginan untuk mengubah perilaku Jessica. Ternyata keinginannya pun pudar. Setelah Jessica pulang dari biara, Jessica tetap melakukan segala yang diinginkannya di rumah itu.

Jessica telah melihat gaya hidup keluarga Asher yang kaya-raya. Lingkungan inilah yang membuat dirinya berimajinasi bahwa dia juga anggota keluarga Asher. Salah satu imajinasi Jessica terlihat ketika dia berada di ruang rias. Dia bertingkah seperti sedang memegang gelas, tersenyum, kemudian tangannya digoyang-goyangkan seperti memegang kipas. Apa yang dilakukan Jessica menggambarkan bahwa dia sedang berimajinasi menjadi wanita kaya. Jessica seharusnya tidak boleh masuk ke ruang rias keluarga Asher. Ruang rias ini menjadi istimewa, karena ruangan ini dibiarkan seperti ketika kedua orang tua Elinor hidup. Beberapa tahun yang lalu, Elinor mengajak saudara-saudaranya untuk membawa barang-barang antik peninggalan orang tua mereka untuk disimpan, dan Elinor hanya menyimpan sebuah cermin oval buatan Prancis dan sebuah kursi kayu mahogani bermotif bunga (VITH, 32).

Peristiwa yang menggambarkan imajinasi Jessica juga terlihat ketika dia berbicara di depan kaca seorang diri. Dia berimajinasi sedang jatuh cinta dengan Edwin, anak bungsu William dan Elinor. Dalam imaginasinya, Jessica berkata bahwa dia akan mengorbankan dirinya untuk membuktikan cintanya kepada Edwin (VITH, 13).

Karena imajinasinya, Jessica memutuskan untuk meniru apa yang dipunyai keluarga Asher. Dia ingin rumahnya di tata seperti rumah keluarga Asher. Keinginan Jessica ini membuat Herbert bingung, karena gajinya tidak akan mencukupi mendanai keinginan Jessica dan Herbert tidak tahu bagaimana menjelaskan kepada Jessica. Oleh karena itu, dia meminta William dan Elinor untuk menasehati Jessica untuk menyelesaikan masalah mereka. Ketika William dan Elinor berkunjung ke rumah mereka, mereka terkejut mendapati semua yang tertata di rumah itu sama persis dengan yang mereka miliki (VITH, 91).

Dalam aspek semantik substansial, pembahasannya terfokus pada tema yang terdapat dalam cerita. Tema yang ada pada karya sastra bukan merupakan kelompok terbuka dan tidak teratur, melainkan sebagai suatu kesatuan yang mempunyai struktur tersendiri di luar sastra sebagai titik tolak: siklus alam atau struktur kejiwaan manusia. (1985:18). Aspek semantik substansial berhubungan dengan bagaimana teks sastra dapat mengungkap kenyataan yang ada di dunia atau dengan kata lain hal yang tertulis dalam teks mengacu kepada kenyataan tanpa harus mempertanyakan kebenaran dalam teks itu benar atau tidak (1985:15).

Tema adalah sebuah gagasan, sebuah pemikiran dasar dari sebuah karya sastra, terkadang tema didukung oleh penokohan yang terungkap pada keseluruhan cerita. Dari penokohan tokoh Jessica ini didapat motif-motif yang membangun sebuah tema. Terdapat dua motif yang tercermin dari tokoh Jessica dalam cerita ini: ambisius dan pengorbanan.

Keambisiusan Jessica terlihat dari beberapa peristiwa yang terpapar dari awal sampai akhir cerita. Jessica besar di lingkungan keluarga Asher yang kaya-raya, jauh dari kehidupannya yang selalu kurang. Hal inilah yang mendorong Jessica untuk menolak kenyataan bahwa dirinya adalah anak seorang pembantu dan dia berambisi untuk menjadi orang kaya. Sejak kecil, Jessica iri dengan anak-anak William dan Elinor yang bisa mendapatkan segala sesuatu yang mereka inginkan. Karena orang tuanya tidak mungkin mampu memberikan apa yang dia inginkan, dia memanfaatkan apa yang dipunyai oleh majikannya, seperti bermain piano dan bersolek di kamar rias. Tingkah lakunya ini membuat ibunya marah dan ingin Jessica tahu posisi mereka di rumah itu. Hal tersebut, membuat ibunya binggung dan tidak tahu bagaimana cara menasehati Jessica. Sehingga, Ibunya mengirim Jessica untuk belajar di biara Inggris yang mempunyai disiplin tinggi dengan harapan Jessica dapat berubah setelah lulus nanti. Ternyata, biara tidak membuatnya berubah menjadi seperti yang diinginkannya (VITH, 86).

Jessica sadar bahwa dia mempunyai wajah yang cantik dan kecantikannya bisa dijadikan satu langkah awal untuk mencapai ambisinya. Selain itu, Jessica juga membuat beberapa cara untuk mewujudkan ambisinya menjadi orang kaya:

1. Jessica merayu William karena dia takut kehilangan tempatnya di rumah keluarga Asher setelah pernikahannya dengan Herbert.

Sebelum pernikahannya dengan Herbert, Jessica meminta William untuk mengizinkannya untuk tetap bekerja di rumah mereka seperti sebelum menikah. Jessica menjelaskan kepada William bahwa rumah mereka sudah seperti rumahnya sendiri dan tidak ingin pergi meninggalkannya. Dia merayu William dengan mengatakan bahwa Williamlah orang yang paling ramah terhadap dirinya (VITH, 34). Akhirnya Jessica berhasil kembali lagi ke rumah itu setelah menikah dengan Herbert.

2. Jessica mencoba untuk menyingkirkan ibunya karena dia menggangap ibunya hambatan untuk mewujudkan ambisinya.

Jessica membuat kebohongan tentang perlakuan ibunya kepada dirinya. Jessica mengatakan kepada William dan Elinor bahwa dia telah diperlakukan oleh ibunya dengan kasar sewaktu dia masih kanak-kanak. Tetapi, William dan Elinor tidak memercayai perkataan Jessica terutama Elinor. Elinor telah mengenal Bertha lebih dari 40 tahun dan tidak pernah mendengar Bertha menyakiti siapa pun. Jessica gagal menyingkirkan Bertha dari rumah keluarga Asher.

3. Jessica membuat cerita cinta bohong.

Keinginan Jessica untuk menjadi salah satu keluarga Asher juga ditunjukkan ketika dia mengatakan bahwa dia dan Edwin mempunyai hubungan. Dia juga bercerita di depan tunangan dan orang tua Edwin, bahwa dia pernah menginap bersama Edwin di sebuah hotel di New York. Dia juga mengatakan apa yang dilakukannya bersama Edwin tidak akan pernah dilupakannya karena pengalamannya itu merupakan hal yang paling indah (VITH, 94). Edwin menjelaskan kepada orang tuanya bahwa dia tidak pernah mencintai Jessica dan dia ingin orang tuanya tidak memercayai bualan Jessica karena hanya Vera wanita yang dicintainya (VITH, 96).

Untuk mewujudkan ambisinya menjadi orang kaya, Jessica juga lakukan banyak pengorbanan. Jessica mengorbankan cinta ibunya dengan berbohong kepada keluarga Asher bahwa ibunya sering berlaku kasar terhadapnya sewaktu dia kecil. Tindakan ibunya dengan mengirimnya ke biara Inggris juga dipakainya sebagai alasan dia untuk membenci ibunya. Dia mengatakan biara itu tempat para suster yang menakutkan (VITH, 95).

Selain itu, Jessica juga mengorbankan akal sehatnya untuk mewujudkan ambisinya menjadi orang kaya. Keinginannya menjadi bagian keluarga Asher dijelaskan oleh Dr. Bergstein, dokter yang menangani masalah kejiwaan yang dialami Jessica. Penjelasan ini didapat ketika William dan Elinor pergi mengunjungi Jessica di rumah sakit jiwa. Dr. Bergstein mengatakan kegilaan yang dilakukan oleh Jessica disebabkan oleh lingkungannya. Dia menolak kenyataan dirinya bahwa dia anak dari seorang pembantu dan dia membenci ibunya. Dr. Bergstein juga mengatakan bahwa Jessica berharap dirinya adalah anak orang kaya seperti Elinor. Hal inilah yang membuat dirinya iri terhadap Elinor. Dr. Bergstein menjelaskan alasan kenapa Jessica membunuh Tante Emma. Jessica tidak berani melakukannya terhadap Elinor karena Elinor selalu dekat dengan William dan Jessica sangat menghormati William. Satu-satunya cara untuk menyakiti keluarga Elinor adalah dengan membunuh Tante Emma. Jessica juga tidak benar-benar mencintai Edwin karena Edwin hanya dijadikan alat oleh Jessica untuk mewujudkan keinginannya menjadi anggota keluarga Asher dan sebenarnya Jessica tidak pernah mencintai siapa pun (VITH, 207--208).

4. Kesimpulan


Berdasarkan pada analisis struktural pada novel Voices in the House karya Pearl S. Buck, didapat dua buah kesimpulan. Pertama, dari uraian aspek sintaksis yang digunakan untuk mengurutkan kronologi peristiwa-peristiwa dalam novel ini disimpulkan bahwa alur ceritanya adalah alur maju. Alur maju ini memudahkan untuk menerka-nerka hubungan sebab-akibat apa yang timbul dari perjalanan hidup tokoh utama dalam novel ini. Melalui alur maju yang terdapat dalam VITH, dapat ditelusuri kausalitas kebrutalan Jessica. Jessica berubah menjadi wanita yang brutal karena dia tidak dapat mewujudkan mimpinya untuk menjadi anggota keluarga Asher yang kaya-raya. Jessica melakukan berbagai tindakan dalam pencapaiannya tersebut yang mengakibatkan pembentukan sikap yang negatif pada dirinya. Berawal dari bertingkah layaknya bagian keluarga Asher hingga melakukan kebohongan-kebohongan untuk mewujudkan impiannya. Karena mimpinya menjadi anggota keluarga Asher tidak terwujud, Jessica melampiaskan dendamnya dengan membunuh salah satu anggota keluarga Asher, tante Emma, dengan menusukkan jarum sulam ke matanya. Tindakan yang brutal itulah yang menyebabkan Jessica harus dirawat rumah sakit jiwa.

Kedua, aspek semantik dibagi menjadi dua subbagian, yaitu aspek semantik formal dan aspek semantik substansial. Dalam aspek semantik formal yang juga difokuskan pada tokoh utama, ditemukan bahwa Jessica adalah seorang yang tidak jujur dan imajinatif. Kedua sifat Jessica ini terpupuk dikarenakan oleh lingkungannya. Jessica tumbuh di lingkungan keluarga Asher yang kaya-raya. Lingkungan inilah yang membuatnya berimajinasi menjadi salah satu anggota keluarga Asher. Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, Jessica sering tidak jujur.

Dalam pembahasan aspek semantik substansial telah ditemukan dua motif yang membangun tema dalam cerita ini berdasarkan tindakan tokoh Jessica, yaitu ambisius dan pengorbanan. Jessica menolak takdirnya sebagai anak seorang pembantu. Dia mempunyai ambisi untuk menjadi bagian keluarga Asher yang kaya-raya sehingga mengorbankan dirinya untuk mencapai keinginannya tersebut. Ambisi Jessica untuk menjadi bagian keluarga Asher tidak terwujud karena Jessica tidak menggunakan cara-cara yang baik untuk mewujudkannya. Berdasarkan motif-motif yang ditemukan dalam cerita ini, tema dalam novel Voices in the House adalah seseorang belum tentu mendapatkan apa yang diinginkannya.


Daftar Pustaka

Barry, Peter. 1995. Beginning Theory, an Introduction to Literary and Cultural Approach. Manchester University Press.

Buck, S. Pearl. 1953. Voices in the House. New York: Pocket Books, John Day Company Inc.

Hornby, A S. 1974. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. London: Oxford University Press.

Hadi dan Joseph Sullivan. 1988. Pandai Berbahasa Inggris: Kamus Ungkapan Indonesia-Inggris I dan II. Jakarta: Gramedia.

Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra: Beberapa Alternatif. Jakarta: Hanindita Graha Widya.

Todorov, Tzevetan. 1985. Tata Sastra. Terjemahkan Okke K.S. Zaimar dkk. Jakarta: Djambatan.

Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Okke K. S. 1991. Menelurusi Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang. Jakarta: Intermassa.

http://www.bedfordstmartins.com/litlinks/fiction/buck.html

http://www.english.upenn.edu/Projects/Buck/biography.html

Kelasa, Volume 1 Nomor 2, Juli--Desember 2006

0 komentar: